Senin, 30 Desember 2013

Kaleidoskop 2013

Rasanya emang kurang afdal kalau akhir tahun nggak bikin tautan di blog tentang fragmen-fragmen yang berusaha digabungin jadi satu dalam bentuk kitab sejarah selama satu tahun di 2013 ini. Ini pagi masih terlalu pagi. Heran juga, tumben juga, nglangut sendiri di kost dan niat banget buat menulis potongan senja yang berubah meganya, alah lebe bahasanya. Intinya, kalau 2012 punya cerita, tahun ini lebih dari sekedar cerita.

Ingat Reda dan Tatyana di puisinya Sapardi Djoko Damono yang “Buat Ning”, Januari mengeras di tembok itu juga, lalu Desember… Rasanya waktu cuma lompatan-lompatan yang sekali kedip dari Januari berubah tulisannya jadi Desember, itu sih kalender di rumah yang selalu molor dibalik halamannya. Atau lagi di lagunya Payung Teduh yang “Berdua Saja”, Berharap waktu membawa keberanian untuk datang membawa jawaban. Cucok. Ya gimana enggak, sedari Januari mengeras di tembok itu juga, lalu Desember, rasa-rasanya terlalu banyak sekelebat tanya yang menjelma dalam bentuk apa saja.

2013 ini,
timeline-ku terisi dua momentum, penting, sangat penting, sejarah. Ketik “Sejarah Imamah Fikriyati Azizah” di Google dan muncullah dua sejarah itu (yang ini nggak usah dipraktikin) :3.

  1. Keluar dari “Neraka"
  2. Taman Baru

Bohong kalau bloggers nggak tahu maksudnya “Neraka”, hahaa. Yaudah, intip aja dulu tautan di bawah à

Meski tetep nggak setuju dengan Ujian Nasional, tapi kali ini aku mau bilang terima kasih atas kebijakan pemerintah karena dengan kelulusan Ujian Nasional ini adalah pertanda bahwa “Dimensi yang Baru” sudah open gate. Maaf karena harus bilang tiga tahun di SMA adalah masa traumaku. Maaf kalau harus terlalu jujur di sini. Aku hanya terlalu marah pada “sistem”. Sedikit pun nggak ada rasa benci sama warga SMA, ya gurunya, muridnya, semuanya. Nggak bermaksud menjadikan “Neraka” sebagai diksi buat ngilustrasiin mata pelajaran eksak atau dua tahunku di kelas IPA. Bukan, bukan itu. “Neraka” adalah aku, sisi terperosokku, sejudul dengan rentetan kejadian yang menggumpal dari tahun ke tahun tapi sulit dijelaskan (di sini). Demi apapun meski tanpa penjabaran yang terus terang, yang jelas aku cuma ingin berbagi pada Saudara bahwa keluar dari sisi gelap dari dalam dirimu adalah hal yang harus diberi standing applause, bahkan barangkali oleh Tuhan secara langsung. Cukup ya. Iya, aku tahu udah pada nguap baca tulisan ini. Cap to the cuss ganti ke topik “Taman Baru”.

Masih percaya dengan kalimat “Segala yang datang tiba-tiba, biasanya perginya juga tiba-tiba.” Nggak niat berbagi ketakutan di sini. Tapi, pilihan Sastra Indonesia terpikirkan beberapa hari sebelum deadline pendaftaran SBMPTN à tiba-tiba. Udah tahu sebelas dua belas kalimat selanjutnya kira-kira mau nulis tentang apa. Syukur kalau nggak tahu. Meski yang sebelas sampai dua belas kalimat udah terpikirkan di kepala dan siap dituangkan di sini, tapi baiknya nggak usah aja ya. Oke cukup, kita recalling masa-masa senengnya aja daripada harus menarik kesempatan dari alam buat menjawab rasa takut kita.

Ada yang lebih penting dari kejadian diterima SBMPTN, Sajak, dan Malam Apresiasi. Yang penasaran dan bingung coba baca yang ini dulu à

Kurang lebih empat bulan ini ter-cover dalam satu judul yaitu Taman Baru, dan yang paling penting dari esensi Taman Baru adalah prosesku. Terima kasih Tuhan sudah memberi kesempatan untuk berproses. Dimulai dari bagaimana memaafkan diri sendiri karena merasa gagal dan beruntung masih bisa merasa perlu bangkit menuju paket takdir―sebut saja dengan pertemuan pada hal baru―barangkali ini yang Tuhan mau (melupakan kata tiba-tiba). Menjadi begitu interested dengan taman baru ini. Jangan dikira proses ini tiba-tiba, enggak... aku masih juga belajar mencintai, tapi beruntung Tuhan mengajariku dengan begitu baik dalam mencintai hari-hari ini. Lalu, bagaimana Tuhan di paket takdir ini mempertemukan aku dengan orang-orang yang jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Tipe orang-orang yang terus terang dulu selalu aku hindari, sekarang nggak sempat mikir buat menghindar, justru mereka yang membuatku lagi-lagi sadar bahwa aku masih hidup. Proses-proses ini yang membuatku sedikit mengerti bahwa aku sekarang di zona fifty-fifty. Lima puluh buat yang nyaman, lima puluh buat yang menantang―menantang keimanan dan pendirian terutama.


Begitulah, bagaimana aku mengawali awal tahun dan dengan izin Tuhan, masih diberi kesempatan untuk mengakhiri 2013 ini. Bohong kalau 2013 ini tahun sial. Buktinya aku merasa selalu beruntung. Terima kasih ya, Allah Subhanahu wa Ta’ala, terima kasih, Imamah Fikriyati Azizah, dan kumpulan partikel yang menjelma menjadi apa pun, termasuk kamu semuanya. Selamat berproses di 2014. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar