Kamis, 14 November 2013

Ini Surga ? Part #2 (Progress)



Sepekan vakum latihan?? Hebat!!
Rabu, 23 Oktober dapat kabar pukul 14.00 WIB latihan musikalisasi puisi di sanggar Tesa. Dan ya, sore itu aku, Berlin, Kartika, (tanpa Arif), mas Mono, mas Septian, ada juga mas Nara, mas Fueb, mbak Dita, Dita, mas Hanif, siapa lagi lupa. Intinya, latihan hari itu dibuka mas Fueb dan langsung disutradarai mas Mono (2012, guitarist-song writer Aletta band).
Cukup ngewel pas lihat mas Topik duduk sama
mas Nara memperhatikan aku yang lagi baca puisi di sampingnya mas Mono. Yaa, meskipun mas Mono bilang, “Kowe apik mocone.” (Kamu bagus yang membaca puisi) tetep aja ngewel, apalagi pas mereka berdua jalan dan duduk di sampingku.
“Pik, iki apik nek mocone model Rendra koyone.” (Pik, puisi ini sepertinys bagus kalau dibaca dengan gaya Rendra) mas Nara ke mas Topik.
“Tempone cepet yo berarti.” (Temponya yang cepat itu ya) mas Topik membalas.
Mereka berdua memrivatku. Dan aku mengangguk takzim, patuh, meski jujur aku merasa beberapa angkatan irama menjadikan aku tidak sedang menjadi diriku. Tapi, aku olah senyaman mungkin sampai puisi itu kawin denganku. Daaaaaaaaan jadilah, Ini surga???
Ya begitulah, tekanan pada kata  Ini surga memang cukup memekak di telinga (aku lebih setuju dengan mengganggu sebenarnya). :3
Ah ya, sedikit cerita tentang mas Nara. Ternyata dia anak Masastro (Malam Sastra Solo) semacam klub untuk para pembaca puisi “bawa puisimu dan baca” yaa bisa dibilang acara poetry reading gitulah. Dan, uwow-nya, mas Nara ngajak aku gabung :3 Hiks, ini, ini, dulu pas di kelas IPA atau kalau lagi di depan cermin sering bayangin bisa berdiri di depan pecinta sastra dan baca puisi sendiri, ini malah diajak gabung. Kiyaaaaaaaa :D Seneng.
Back to topic (bukan mas Topik). --“ (Nggak tahu ya, takut bingit lihat mukanya mas Topik, sumpih)
Rabu itu latihan ditutup waktu lagunya selesai di tangan mas Mono. Oke, Kamis latihan lagi di Sanggar Tesa.
Jrengjrenggg, aku, Berlin, Kartika, Arif, dan ada Dita juga sudah staytune di sanggar Tesa. Berlalu… berlalu… tapi tanpa nyawa kakak tingkat. Kesimpulannya, Kamis itu (24/10) gagal latihan dan malah asyik ngobrol jejepangan dan tukeran lagu-lagu sama Arif.
Vakum lagi. Tapi, tiba-tiba Senin itu (28/10) dihubungi ada rapat kordinasi dan teman-teman Sang Penari diminta datang untuk tampil muspus (ditambah Arasy, Disty, Ananda) sebagai perwakilan 2013, tapi tanpa Gita karena dia dirias untuk teatrikal tari dan tanpa Agil karena dengar-dengar ada acara. Senin itu juga, kami (mas Mono, Berlin, Kartika, Arif, mas Septian, Firman, dan aku) berlatih muspus “Tanahairanumia” dengan kesimpulan hari Senin yang baik.
Selasa (29/10) masih sama, hari yang baik. Tapi, begitu pindah tempat karena sanggar untuk latihan teatrikal tari, latihan jadi amburadul sejak ditinggal mas Mono yang mengurusi teatrikal untuk angkatan 2012. Amburadul, karena begitu 2013 kumpul yang ada cuma nyanyi-nyanyi dan ngobrol. Fine.
Rabu (30/10), untuk kali pertama, akhirnya anak-anak muspus “Aku Penjaga Malam” (yang sering tak plesetkan jadi Aku Penjaga Kuburan) latihan juga setelah sempat mutung karena udah datang, tapi nggak latihan-latihan. Nah ini yang bikin ngekek, mas Mono sampai mencit-mencit yang dengerin suaranya anak-anak. Akhirnya digubahlah dan diprivat-nyanyilah kami. Dibaliknya “Prajurit Jaga Malam” dulu baru “Aku” sempat menjadikan perdebatan antara aku dan mas Mono, tapi baiklah aku mengalah dan membuat narasi baru yang dibaca Ami. Kesimpulannya, jadilah konsep baru untuk muspus “Aku Penjaga Malam”.
Kamis (31/10) latihan untuk kelima kalinya dan all out. Muspus “Aku Penjaga Malam” dan “Tanahairanumia” dibabat langsung. Sempat miskom pas pindah tempat, dikiranya udah selesai, ternyata cuma pindah tempat. Ending-nya jadi cukup galau karena malemnya dicari mas Idham buat latihan puisi sementara aku udah di kost.
Jumat (1/11) gladi bersih pukul 13.30 WIB di sanggar Tesa. Semua kumpul di situ. Semua. Dan majulah kami. Aku dipanggil mas Fueb, katanya suruh baca puisi buat pembukaan pas perkusi. Matilah, aku teks-nya aja belum ada.
Ma, diwoco sek iki sementara.” (Ma, dibaca dulu teks yang di bawah ini untuk sementara)
Nggak menghayati dulu teksnya, nggak tahu juga harus apa, pas bagian perkusi agak slow aku maju dan baca, udah gitu aja. Mundur-mundur langsung ke mas Topik dan teman-teman udah pada akting nyembah (dikomporin Firman-Mr.Brewok) -___- sementara aku di depan mas Topik yang masih juga menatap pakai mukanya yang sinis itu :3 (takut). Baru beberapa saat aku sadar kalau teks yang aku baca pas perkusi itu monolognya mas Topik. Tobaaat. Jadi kesimpulannya, aku belum pegang puisi sesi perkusi. Baiklah.
Senja itu, jujur, ada sedikit takut, bukan ketakutan. Aku rasa normal dan wajar, untuk pemula tentunya. Tapi, mas Mono menghampiri dan memberi tahu sesuatu (aku lebih cocok menyebutnya menyuntikkan semangat), “Mah, pokoke sesok kui panggungmu. Aku, Firman, Arif, cs ki pendukung. Dadi pol-polan wae yo.” (Mah, yang jelas besok itu panggung adalah milikmu. Aku, Firman, Arif, dan yang lain sebagai pendukung. Jadi, total ya.) Baru setelah itu ia mencontohkan beberapa gestur dan teknis panggung.
Ya, aku tersuntik, tidak takut lagi. Yakin.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar