Sepekan vakum
latihan?? Hebat!!
Rabu, 23
Oktober dapat kabar pukul 14.00 WIB latihan musikalisasi puisi di sanggar Tesa.
Dan ya, sore itu aku, Berlin, Kartika, (tanpa Arif), mas Mono, mas Septian, ada
juga mas Nara, mas Fueb, mbak Dita, Dita, mas Hanif, siapa lagi lupa. Intinya,
latihan hari itu dibuka mas Fueb dan langsung disutradarai mas Mono (2012, guitarist-song writer Aletta band).
Cukup ngewel pas lihat mas Topik duduk sama
mas Nara memperhatikan aku yang lagi baca puisi di sampingnya mas Mono. Yaa,
meskipun mas Mono bilang, “Kowe apik
mocone.” (Kamu bagus yang membaca puisi) tetep aja ngewel, apalagi pas mereka berdua jalan dan duduk di sampingku.
“Pik, iki apik nek mocone model Rendra
koyone.” (Pik, puisi ini sepertinys bagus kalau dibaca dengan gaya Rendra)
mas Nara ke mas Topik.
“Tempone cepet yo berarti.” (Temponya
yang cepat itu ya) mas Topik membalas.
Mereka berdua
memrivatku. Dan aku mengangguk takzim, patuh, meski jujur aku merasa beberapa
angkatan irama menjadikan aku tidak sedang menjadi diriku. Tapi, aku olah
senyaman mungkin sampai puisi itu kawin denganku. Daaaaaaaaan jadilah, Ini
surga???
Ya begitulah,
tekanan pada kata Ini surga memang cukup memekak di telinga
(aku lebih setuju dengan mengganggu sebenarnya). :3
Ah ya, sedikit
cerita tentang mas Nara. Ternyata dia anak Masastro (Malam Sastra Solo) semacam
klub untuk para pembaca puisi “bawa
puisimu dan baca” yaa bisa dibilang acara poetry reading gitulah. Dan, uwow-nya,
mas Nara ngajak aku gabung :3 Hiks, ini, ini, dulu pas di kelas IPA atau kalau
lagi di depan cermin sering bayangin bisa berdiri di depan pecinta sastra dan
baca puisi sendiri, ini malah diajak gabung. Kiyaaaaaaaa :D Seneng.
Back to topic (bukan mas Topik). --“
(Nggak tahu ya, takut bingit lihat mukanya mas Topik, sumpih)
Rabu itu
latihan ditutup waktu lagunya selesai di tangan mas Mono. Oke, Kamis latihan
lagi di Sanggar Tesa.
Jrengjrenggg, aku, Berlin, Kartika,
Arif, dan ada Dita juga sudah staytune
di sanggar Tesa. Berlalu… berlalu… tapi tanpa nyawa kakak tingkat.
Kesimpulannya, Kamis itu (24/10) gagal latihan dan malah asyik ngobrol
jejepangan dan tukeran lagu-lagu sama Arif.
Vakum lagi.
Tapi, tiba-tiba Senin itu (28/10) dihubungi ada rapat kordinasi dan teman-teman
Sang Penari diminta datang untuk tampil muspus (ditambah Arasy, Disty, Ananda)
sebagai perwakilan 2013, tapi tanpa Gita karena dia dirias untuk teatrikal tari
dan tanpa Agil karena dengar-dengar ada acara. Senin itu juga, kami (mas Mono,
Berlin, Kartika, Arif, mas Septian, Firman, dan aku) berlatih muspus “Tanahairanumia”
dengan kesimpulan hari Senin yang baik.
Selasa (29/10)
masih sama, hari yang baik. Tapi, begitu pindah tempat karena sanggar untuk
latihan teatrikal tari, latihan jadi amburadul sejak ditinggal mas Mono yang
mengurusi teatrikal untuk angkatan 2012. Amburadul, karena begitu 2013 kumpul
yang ada cuma nyanyi-nyanyi dan ngobrol. Fine.
Rabu (30/10),
untuk kali pertama, akhirnya anak-anak muspus “Aku Penjaga Malam” (yang sering tak plesetkan jadi Aku
Penjaga Kuburan) latihan juga setelah
sempat mutung karena udah datang,
tapi nggak latihan-latihan. Nah ini yang bikin ngekek, mas Mono sampai mencit-mencit
yang dengerin suaranya anak-anak. Akhirnya digubahlah dan diprivat-nyanyilah
kami. Dibaliknya “Prajurit Jaga Malam” dulu baru “Aku” sempat menjadikan
perdebatan antara aku dan mas Mono, tapi baiklah aku mengalah dan membuat
narasi baru yang dibaca Ami. Kesimpulannya, jadilah konsep baru untuk muspus “Aku
Penjaga Malam”.
Kamis (31/10)
latihan untuk kelima kalinya dan all out.
Muspus “Aku Penjaga Malam” dan “Tanahairanumia”
dibabat langsung. Sempat miskom pas pindah tempat, dikiranya udah selesai,
ternyata cuma pindah tempat. Ending-nya
jadi cukup galau karena malemnya dicari mas Idham buat latihan puisi sementara
aku udah di kost.
Jumat (1/11)
gladi bersih pukul 13.30 WIB di sanggar Tesa. Semua kumpul di situ. Semua. Dan
majulah kami. Aku dipanggil mas Fueb, katanya suruh baca puisi buat pembukaan
pas perkusi. Matilah, aku teks-nya aja belum ada.
“Ma, diwoco sek iki sementara.” (Ma,
dibaca dulu teks yang di bawah ini untuk sementara)
Nggak
menghayati dulu teksnya, nggak tahu juga harus apa, pas bagian perkusi agak slow aku maju dan baca, udah gitu aja.
Mundur-mundur langsung ke mas Topik dan teman-teman udah pada akting nyembah (dikomporin Firman-Mr.Brewok) -___-
sementara aku di depan mas Topik yang masih juga menatap pakai mukanya yang
sinis itu :3 (takut). Baru beberapa saat aku sadar kalau teks yang aku baca pas
perkusi itu monolognya mas Topik. Tobaaat. Jadi kesimpulannya, aku belum pegang
puisi sesi perkusi. Baiklah.
Senja itu,
jujur, ada sedikit takut, bukan ketakutan. Aku rasa normal dan wajar, untuk
pemula tentunya. Tapi, mas Mono menghampiri dan memberi tahu sesuatu (aku lebih
cocok menyebutnya menyuntikkan semangat), “Mah,
pokoke sesok kui panggungmu. Aku, Firman, Arif, cs ki pendukung. Dadi pol-polan
wae yo.” (Mah, yang jelas besok itu panggung adalah milikmu. Aku, Firman,
Arif, dan yang lain sebagai pendukung. Jadi, total ya.) Baru setelah itu ia mencontohkan beberapa gestur dan teknis
panggung.
Ya, aku tersuntik,
tidak takut lagi. Yakin.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar