Senin, 14 Mei 2012

Hujan 20 Mei 2010

Aku menulis di bawah lebat hujan dengan deru suara khasnya. Bayu pelan getarkan anganku. Aku manusia lemah yang ingin belajar. Ditemani kubah masjid atau keranda yang tak pernah berubah. Pipit kecil yang lupa arah.
Aku takjub dengan tubuhku yang basah sejuta angan. Lalu dingin mulai kurasa. Mendung itu berkabur pelan.
Hujan memelan, sedang anganku tetap deras. Aku berjanji di sela angin. Aku berjanji atas nama Allah. InsyaAllah aku akan mewujudkan anganku.
Aku melambai pada pipit-pipit. Meski terasa naif dan petir itu tampak menjilat-jilat. Tapi aku senang!!
Aku menulis karena ingin. Aku yang belum pernah tahu arti hidup namun mencoba belajar. Aku ingin dikenal bukan lewat suara bising gitarku atau caraku menguasai bahasa atau...atau...atau...!!!
Aku ingin berguna lewat tulisanku!!!
Berharap langit tetap siaga. Menopang mimpi-mimpiku. Membopong tubuhku yang lemah dan akan melemah. Aku belajar dari mimpi. Dan membuat pelajaran untuk mimpi. Aku hanya bisa ini. Kadang aku juga letih dan lalu semangat lagi... "Aku!!.." A-K-U adalah Meng-Aku

Prosa Senja


Rabu, 21 Desember 2011
17.22 pm


Kau dengar bisik angin dan gemericik anak sungai? Atau sahut-sahutan katak yang memadu? Coba teliti nyanyian jangkrik. Dengar dan rasakan belai lembut sang bayu.
Tepat di depanku, lima gerbong kereta dipimpin lokomotifnya menderu. Lagi, dari arah berlawanan 12 gerbong dan lokomotif kereta menyapaku. Awan putih itu menyelaputi dua gunung abadi, Merapi dan Merbabu. Merangkak pelan ke arah utara menghilang dari lineria mentari yang hendak raib ke dalam bumi.
Suasana klasik ini terlalu jarang kutemui. Bagaimana mungkin ketika rutinitas kembali seperti semula, semua ini bisa kudapati lagi? Yang ada hanyalah suara bising motor dan asap nakal, atau bersautannya klakson bus dengan mobil yang menemani di setiap aku pulang dan hari sudah terlalu petang. Omelan kakakku sajalah yang bisa kudengar. Hilang suara jangkrik, hilang suara senja.