Begini
nasib otak pas-pas-an. Sebenarnya tidak juga, hanya salah jalan dan cenderung
memaksakan. Awalnya memang ada sedikit niat untuk menjalani, tapi lama-lama kok
jadi rodi. Kepala tiap hari migrain, dimana-mana ada rambut rontok, mata rasanya ingin keluar,
bertambah hari badan semakin mengurus saja. Parah.
Kalau
saja dulu Puput lebih mengikuti kata hati, pasti semua tidak akan seperti ini.
Kalau saja dia tidak menempatkan Sarah sebagai rival abadinya, tentu saja ia
tak perlu repot-repot masuk kelas IPA hanya agar tidak dikira kalah saing. Ah
tapi apalah gunanya membicarakan yang sudah-sudah. Tidak menyelesaikan masalah,
hanya akan membubuhkan tanda tanya-tanda tanya di kepala yang tidak pernah
ketemu jawabannya.
UAN,